PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) adalah perusahaan patungan yang didirikan untuk membangun kereta cepat yang membentang sejauh 150 kilometer antara Jakarta dan Bandung. Perusahaan ini terdiri dari konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dipimpin oleh perusahaan konstruksi PT Wijaya Karya dan konsorsium perusahaan-perusahaan Tiongkok yang dipimpin oleh China Railway Corporation.
Perusahaan ini 100 persen berorientasi bisnis tanpa bantuan keuangan apa pun dari Anggaran Pembiayaan Belanja Negara (APBN) atau pinjaman dari Pemerintah Indonesia.
Kehadirannya diharapkan dapat mengurangi kemacetan lalu lintas serta mempercepat waktu tempuh terutama untuk menciptakan efektivitas bisnis. Koridor kereta cepat Jakarta–Bandung, bahkan, merupakan awal terhubungnya kota-kota lain di Indonesia dengan teknologi kereta cepat.
Jakarta dan Bandung merupakan dua kota besar di Indonesia yang menjadi salah satu pusat ekonomi saat ini. Kondisi kedua kota ini sebagai ibukota negara dan ibukota provinsi juga daerah industri mulai mencapai titik jenuh, namun berbeda dengan potensi ekonomi diantara Jakarta–Bandung yang masih sangat tinggi. Untuk itu dibutuhkan penyelarasan gerak pembangunan perekonomian di sekitar Jakarta dan Bandung.
Dibutuhkan kebijakan-kebijakan strategis dalam rangka mewujudkan amanat Pemerintah dalam menyediakan moda transportasi modern yang terintegrasi dengan pertumbuhan perekonomian. Kereta cepat Jakarta–Bandung diperlukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang saat ini berlangsung di koridor Jakarta–Bandung yang mencakup Karawang, Kota Baru, Walini, dan Tegal Luar.
Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung adalah proyek strategis dan setelah masa konsensi 50 tahun maka akan dikelola oleh BUMN Indonesia, sehingga BUMN perlu dilibatkan dari awal. Hal ini menjamin transfer pengetahuan dan ketrampilan baik pengelolaan kereta, sinyal, stasiun, dan area komersial (komplek pertokoan, kantor, apartemen, perumahan, sekolah, kampus, rumah sakit, wahana rekreasi).
Perakitan rel dan kereta cepat dan kereta ringan (light rail transportation) akan dilakukan di Indonesia sehingga BUMN Indonesia perlu ikut serta agar kelak bisa mengembangkan sendiri industri rel dan kereta untuk memasok kebutuhan pasar regional.
Adapun mengenai bahan rel kereta akan dibangun pabrik pemurnian alumina di Mempawah, Kalimantan Barat, sebagai bahan untuk pembuatan produk aluminium oleh PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Inalum dengan Chinalco dan Xinfa. Juga akan dibangun pabrik aluminium slab sebagai bahan baku rolling stock. Pembangunan assembly plant rolling stock ada di Surabaya, Jawa Timur.
Segala risiko dalam proyek kereta cepat ini telah melalui proses mitigasi dan studi kelayakan yang komprehensif. Jika terjadi force majeur sehingga proyek ini rugi, Pemerintah tidak akan menangggung kerugian, dan kerugian dibebankan kepada konsorsium. Dalam hal ini BUMN Indonesia adalah anggota konsorsium dan jika terjadi kerugiannya maka hanya sebatas pada besaran modal.
Mengingat proyek raksasa ini tidak dibiayai APBN, Presiden telah mengeluarkan Perpres No.107/2015 bahwa Proyek Kereta Api cepat Jakarta–Bandung ini murni bersifat business-to-business (B2B). Meskipun di Perpres No. 3/2016 mengenai Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dimungkinkan Menteri Keuangan memberi jaminan finansial dari APBN, Pemerintah hanya akan memberikan jaminan mengenai konsistensi kebijakan pembangunan kereta cepat.
Pemerintah secara tegas menyatakan tidak menjamin proyek kereta cepat Jakarta–Bandung secara finansial. Pemerintah hanya akan memberikan jaminan mengenai konsistensi kebijakan pembangunan kereta api cepat. Hal ini sesuai Perpres No. 107/2015.
Pemerintah mengeluarkan Perpres No. 3/2016 bahwa ada 225 proyek strategis nasional (termasuk kereta cepat) dan dapat diberikan jaminan pemerintah. Namun, untuk proyek kereta cepat Jakarta–Bandung, tidak menggunakan Perpres 3/2016 tetapi Perpres 107/2015. Pemerintah hanya akan memberikan kepastian hukum berupa surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU).(ISJ)